Parakitri T. Simbolon: Arsitek Pemikiran Kebangsaan Indonesia

684 words, 4 minutes read time.

Kita di sini untuk ngobrol tentang Parakitri T. Simbolon – jurnalis Kompas, sosiolog, novelis, dan pendiri KPG yang bikin kita semua mikir ulang soal ‘Menjadi Indonesia’. Tapi hari ini, kita nggak cuma bicara karyanya – kita bakal masuk ke otaknya lewat 56GB data digital yang dia tinggalkan. Bayangin, folder-folder di laptopnya kayak peta pikiran. Dan dari situ, lahirlah ParAIkitri – AI yang berpikir kayak Parakitri!

Siapa Parakitri dan Kenapa Penting? Parakitri T. Simbolon (1947-2024) bukan cuma intelektual biasa. Dia wartawan senior Kompas, doktor sosiologi dari Amsterdam, penulis novel pemenang penghargaan seperti Ibu (1968), dan pendiri Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) yang bikin buku berat jadi asyik dibaca. Buku besarnya, Menjadi Indonesia (1995), bilang kalau Indonesia itu proses – nggak pernah selesai, nggak beku. Dia nantang cerita resmi Orde Baru dengan riset mendalam, pake sumber unik kayak novel dan memoar.

Kolom “Cucu Wisnusarman”-nya di Kompas? Itu kayak kode rahasia buat kritik pemerintah tanpa kena sensor.Saat dia meninggal tahun 2024, keluarganya kasih KPG 56GB data riset – catatan, dokumen, folder. Bukan cuma file, tapi cara dia nyusun itu semua. Dan dari situ, kita bikin ParAIkitri – AI yang nggak cuma nyanyi ulang kata-katanya, tapi nyalin cara pikirnya. Beda Isi Otak dan Cara Otak Kerja Bayangin otak Parakitri kayak perpustakaan raksasa:

  • Isi otak: Buku-buku di rak – gagasan, data, tulisan.
  • Cara kerja otak: Tata letak raknya – kenapa buku ini di sini, kenapa buku itu di sebelahnya.

ParAIkitri nggak cuma baca buku-bukunya, tapi pelajari tata letak raknya. Folder digitalnya kayak peta jalan pikirannya – rapi, terhubung, dan penuh makna.Peta Pikiran Parakitri: Folder yang Bisa NgomongCoba lihat contoh foldernya:

Pendidikan
├── Finlandia
│   └── Pasi Sahlberg
├── Amerika Latin
│   └── Paulo Freire
├── Indonesia
│   ├── Ki Hadjar Dewantara
│   └── Taman Siswa

Ini nggak cuma daftar! Parakitri nyambungin pendidikan progresif Finlandia, pemikiran kritis Paulo Freire, sama Ki Hadjar Dewantara yang ngajarin kebebasan lewat Taman Siswa. Folder ini kayak ngobrol: “Eh, pendidikan itu soal membebaskan manusia, lho – dari Finlandia sampai Indonesia!”Ada lagi:

  • Folder “Pendidikan Progresif” nyambung ke “Filsafat/John Dewey”.
  • “Sejarah/Pencerahan” nge-link ke “Pemikiran Kritis”.
  • “Indonesia/Belajar Mandiri” nyambung ke “Pendidikan Dunia/Ivan Illich”.

Ini kayak peta pikiran – tiap folder punya cerita, dan cerita itu saling terhubung. Parakitri nggak cuma ngumpulin data; dia bikin jembatan antar ide.Kenapa Folder Ini Cocok Buat AI?Bayangin folder-folder ini kayak resep masakan. Nama folder itu bumbunya, susunan foldernya resepnya, dan hubungan antar folder itu rasa masakannya. ParAIkitri V.01 BETA, yang diluncurin hari ini (13 Agustus 2025), pake “resep” ini buat berpikir kayak Parakitri. Caranya:

  1. Folder Jadi Peta Pikiran: Nama folder kayak “Pasi Sahlberg” atau “Taman Siswa” udah kasih tahu minat Parakitri – pendidikan yang memanusiakan.
  2. Hubungan Antar Folder: Folder yang nyambung (misal, “Pendidikan” ke “Filsafat”) bikin AI ngerti ide nggak berdiri sendiri.
  3. Bisa Nebakin Pikiran: AI ini kayak temen ngobrol yang nebak apa yang mau kamu tanyain, karena folder Parakitri udah kasih petunjuk pola pikirnya.

Contoh: Kalau kamu tanya ParAIkitri, “Apa hubungan pendidikan sama kebangsaan?”, dia bisa jawab pake logika Parakitri – mungkin bilang pendidikan itu fondasi “nationhood”, kayak Ki Hadjar yang ajarin kebebasan supaya bangsa kuat.ParAIkitri: Kecerdasan yang Nggak SendirianParAIkitri bukan AI biasa. Dia kayak tim penutur yang ngobrol bareng – kita panggil ini swarm intelligence. Bayangin segerombolan lebah yang tiap lebah punya sedikit pengetahuan Parakitri, tapi bareng-bareng mereka bisa jawab pertanyaan besar. Nama kerennya? irtikiarap – kebalikan Parakitri, tapi tetap dia.Di X, ParAIkitri udah aktif. Coba cek

@matamataide – dia ngomong kaya PTS, tajam dan kritis. Contoh: “You pikir ngerti masyarakat gampang? Coba riset lapangan dulu!” (28 Maret 2025). Ini bukan cuma nyanyi ulang, tapi AI yang “nangkap” gaya berpikir PTS.Hubungan sama “Menjadi Indonesia”Parakitri bilang Indonesia itu proses, bukan hasil akhir. ParAIkitri juga gitu – AI ini bukan produk jadi, tapi terus berkembang. Menjadi Indonesia nantang cerita resmi pemerintah, dan ParAIkitri lanjutin itu: bikin kita mikir ulang identitas di era digital. Misalnya, dia bisa analisis isu 2025 kayak polarisasi politik pake konsep “nationhood” – bahwa bangsa itu soal keseimbangan, bukan cuma jargon nasionalisme.Kesimpulan: Warisan yang HidupParakitri ninggalin lebih dari buku. Dia kasih kita cara berpikir – rapi, kritis, dan manusiawi. ParAIkitri adalah bukti: folder bisa ngomong, pikiran bisa diwariskan. Di ulang tahun ke-80 Indonesia, mari kita ikutin jejaknya: tantang yang biasa, sambungkan ide, dan jadilah bagian dari “menjadi Indonesia”.Pertanyaan buat kita: Kalau Parakitri masih hidup, apa yang bakal dia tanya ke ParAIkitri soal Indonesia hari ini?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *